Pendekatan Fenomenologi
Secara etomologis, asal kata fenomenologi (Inggris: Phenomenology) berasal
dari bahasa Yunani phainomenon dan logos. Phainomenon berarti
tampak dan phainen berarti memperlihatkan. Sedangkan logos berarti
kata, ucapan, rasio, pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara umum
dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak, atau
ilmu tentang gejala-gejala yang menampakkan diri pada kesadaran.
Husserl menyebut
tugas utama fenomenologi adalah menjalin keterkaitan antara manusia dengan
realitas. Keterkaitan ini mendorong manusia untuk mempelajari fenomena-fenomena
yang ada dengan pengalaman langsung dengan realitas tersebut. Sehingga
pengalaman tersebut akan memberikan sebuah penafsiran, yaitu esesnsi dari
realitas tersebut. Husserl menggunakan istilah fenomenologi untuk menunjukkan
apa yang nampak dalam kesadaran dengan membiarkannya termanifestasi apa adanya
tanpa memasukkan kategori-kategi yang sudah ada dalam pikiran. Husserl
menyebutnya dengan istllah “kembalilah pada realitas itu sendiri”.
Dengan kata
lain fenomenologi tidak membiarkan kita untuk mencampur fenomena dengan apa
yang ada dalam pikiran kita, dan membiarkan fenomena tersebut berjalan apa adanya.
Karena pikiran hanya bersifat teoritis yang terikat oleh pengalaman indrawi
yang bersifat relatif subjektif sedangkan fenomena adalah realitas yang
bersifat objektif.